PERHATIAN: Semua tulisan di laman / blog ini adalah hasil mengambil (copy) dari sumber-sumber yang layak dipertanggung jawabkan, baik media online maupun cetak, dengan harapan bisa digunakan untuk referensi dan tambahan ilmu yang bermanfaat. Terima kasih & harap maklum.

Rabu, 30 Maret 2011

Enggang Gading: Panjang Ekornya Dua Kali Panjang Tubuhnya

(Rhinoplax vigil (J.R. Foster))
Nama lain: Anggang gudun, Anggang tokok, Tebang mentuak
Suku: Bucerotidae

Latar Belakang
Sebagai lambang suatu daerah, memang cocok sekali, karena bentuk dan ukuran Enggang Gading menunjukkan keagungan. Satwa ini dilindungi berdasar kan Undang-undang Perlindungan Binatang Liar 1931 No. 134.

Pertelaan
Di antara enggang atau burung rangkong, Enggang Gading adalah yang terbesar ukurannya. Kepalanya besar, paruhnya besar, tebal dan kokoh dengan "tanduk" yang menutup bagian dahinya. Warna "tanduk" ini merah pada bagian yang dekat dengan kepala, kuning gading pada sisinya. Ciri inilah yang memberikan namanya. Ekornya sangat panjang sampai dua kali panjang tubuhnya, Seluruhnya dapat mencapai sampai 1,5 m.

Habitat & Penyebaran
Burung ini tersebar di Kalimantan clan Sumatera sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan taut. Burung ini membutuhkan habitat yang berupa hutan dengan pepohonan yang tinggi yaitu di hutan tropika yang tidak terganggu, yang masih utuh. Pelestarian Enggang Gading menunjukkan pelestarian hutan tropika. Di dalam hutan ia selalu bertengger pada pohon-pohon tertinggi, sambil ka dang-kadang ia terbang ke pohon-pohon yang rendah untuk mendapatkan makanan

Makanan
Seperti kerabatnya, burung ini makan biji-bijian.

Perkembangbiakan
Perkembangbiakkannya belum banyak diketahui. Pada bulan Februari dan April didapatkan anakan dari burung ini.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Selasa, 29 Maret 2011

Tengkawang Tungkul: Dikenal dengan Sebutan Meranti Merah

(Shorea stenoptera Burck)
Nama lain: Meranti Merah
Suku: Dipterocarpaceae

Latar Belakang
Tengkawang Tungkul adalah sejenis meranti yang bijinya dapat dipakai sebagai sumber penghasil minyak nabati. Bila dibandingkan dengan biji dari meranti lainnya, biji Tengkawang Tungkul mempunyai kadar minyak nabati paling tinggi. Tumbuhan ini sudah lama akrab dengan masyarakat Kalimantan Barat karena sejarah pemanfaatannya panjang.

Pemanfaatamya sudah berjalan turun temurun serta pembudidayaannya sudah dilakukan sejak lama, kira-kira tahun 1881. Buah Tengkawang Tungkul kering dieksport ke Singapura dan Jepang. Di negara ini biji dari buah tersebut diproses untuk diambil minyaknya serta digunakan untuk pengolahan makanan (coklat), kosmetika (dekoratif, sabun) dan lilin.

Pertelaan
Tlnggi pohon Tengkawang Tungkul dapat mencapai 30 m dengan garis tengah sekitar 60 cm. Batang tegak, lurus, tidak berbanir. Permukaan batang berwarna abu-abu serfa berbercak-bercak. Warna pepagan coklat muda. Tajuk lebat. Daun tunggal, tebal, kaku, besar, bulat panjang. Per-bungaan bentuk mulai terdapat di ujung ranting atau di ketiak daun. Buahnya bundar telur, berbulu tebal, bersayap 5 (3 sayap besar, 2 sayap kecil).

Ditinjau dari segi kayunya, Tengkawang Tungkul dikenal dengan sebutan Meranti Merah yang kayunya ringan dengan berat jenis 0,49, kelas kekuatan III dan kelas keawetan IV Pemanfaatan kayu ini umumnya untuk konstruksi ringan, yaitu kayu lapis, perabot rumah tangga (kursi, meja dan sebagainya), dinding rumah dan bahan kertas.

Ekologi
Tengkawang Tungkul/Meranti Merah yaitu pohon yang nampak tumbuh su bur di daerah hutan primer tanah rendah Kalimantan Barat dan Serawak. Di daerah tersebut tanahnya berpasir serta drainasenya kurang baik atau tumbuh juga di tanah aluvial.

Musim Berbunga
Penanaman Tengkawang Tungkul oleh rakyat di Kalimantan Barat dilakukan dengan biji dan setelah berumur 8/9 tahun baru nampak berbunga serta ber buah. Produksi buah bagus pada umur pohon sekitar 12 tahun lebih. Setelah 4 atau 5 tahun kemudian dari umur pohon 12 tahun/atau lebih dapat terjadi produksi buah secara maksimal yaitu dalam 1 hektar dapat mencapai 600 - 9.000 kg buah. Padahal setiap tahunnya hanya menghasilkan buah sekitar 50 - 200 kg saja dalam panen 1 hektar.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Senin, 28 Maret 2011

Burung Nuri Raja: Dikenal dengan Bentuk Paruhnya yang Bengkok

(Amboinaking Parrot)
Nama lain: --
Suku: Psittacidae

Latar Belakang
Dilihat dari segi keadaan fauna burungnya, pilihan jenis ini untuk Maluku beralasan, karena untuk Indonesia, daerah Maluku adalah pusat keanekaragaman burung-burung berparuh bengkok.

Pertelaan
Panjang badan 35 cm. Seperti jenis-jenis nuri lainnya, Nuri Raja dikenal dengan bentuk paruhnya yang bengkok. Warnanya sangat mencolok, seperti jenis- jenis nuri lainnya, yang kebanyakan kombinasi merah dan hijau. Kepala dan leher Nuri Raja merah cerah, sayap serta bagian belakang tubuhnya hijau. Ekor nya hitam kebiru-biruan.

Habitat & Penyebaran
Nuri Raja hidup di hutan pamah sampai ketinggian 1.400 m di atas permukaan laut. Di alam, hidupnya bergerombol, menempati pepohonan yang tinggi, tidak jarang gerombolan burung ini membuat gaduh. Penyebarannya : Pulau Ambon, Pulau Seram dan wilayah Maluku Tengah lainnya serta wilayah Maluku Utara (Pulau Halmahera).

Makanan
Buah-buahan, biji-bijian, nektar, pucuk-pucuk tanaman.

Perkembangbiakan
Burung ini bersarang dalam lubang pohon yang besar dengan jumlah telur adalah 2 butir. Hanya burung betina yang mengerami telur. Lamanya penge raman telur adalah 19 hari, dan anak burung mulai bisa terbang pada umur 9 minggu setelah menetas. Ukuran telur rata-rata adalah 33,4 x 26,1 mm.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)

Minggu, 27 Maret 2011

Aggrek Larat: Tumbuh dengan Baik di Daerah Panas

(Dendrobium phalaenopsis Fitzg.)
Nama lain: -
Suku: Orchidaceae

Latar Belakang
Jenis Anggrek yang sangat terkenal ini dibudidayakan pertama kalinya oleh Kaptein Broon field of Balmain di Queensland yang memperoleh tumbuhan tersebut dari dekat Cape Town di Semenanjung Cape York. Jenis ini didiskripsikan dalam Gardener's Chronicle pada tahun 1880. Asalnya dari Maluku, Irian Jaya sampai Queensland, Australia. Lama bunga mekar dapat mencapai 27 hari.

Warna bunga berkisar dari ungu pucat sampai ungu tua. Di alam, jarang dijumpai tanaman berbunga putih. Pertama kali ditemukan di Pulau Larat, Indonesia Bagian Timur, oleh karenanya dinamakan Anggrek Larat. Anggrek Larat demikian terkenalnya sehingga banyak silangannya dikenal dengan nama Larat saja. Adapun persilangan Dendrobium phalaenopsis (Anggrek Larat) sangat dikenal sebagai induk silangan yang telah dibuat orang. Hampir semua bunga potong Dendrobium adalah keturunan Dendrobium phalaenopsis dan sampai tahun 1993 telah dibuat lk. 241 silangan.

Salah satu silangan Anggrek Larat bernama Den drobium Indonesia (Dendrobium phalaenopsis X Dendrobium violaceoflarens). Semua jenis Anggrek ini daya tahannya lama. Pada Tahun 1857 telah dibawa orang ke Kebun Raya Kew Garden di London.

Pertelaan
Anggrek ini, Batang : berbentuk ganda, di pangkal kecil, di tengah membesar, ke ujung mengecil lagi. Daun : berbentuk lanset, ujung tidak simetris, panjang lk. 12 cm, lebar lk. 2 cm. Bunga : tersusun dalam rangkaian yang berbentuk tandan, yang tumbuh pada buku batangnya, agak menggantung, panjang lk. 60 cm; jumlah bunga tiap tandan 6 - 24 kuntum. Masing-masing bunga bergaris tengah lk. 6 cm.

Daun Kelopak : berbentuk lanset, berwarna keunguan. Daun Mahkota : lebih pendek, tetapi lebih lebar dari pada kelopaknya; pangkalnya sempit; ujungnya runcing dan berwarna keunguan. Bibir : bertajuk tiga tajuk nya membentuk corong; tajuk tengahnya lebar, runcing atau meruncing, ber warna keunguan. Buah : berbentuk jorong, panjang 3,2 cm; bunga jarang men jadi buah.

Ekologi
Tumbuh baik di daerah panas, pada ketinggian antara 0 - 150 m dpl. Di pulau Larat, tumbuhnya pada pohon-pohonan dan karang-karangan kapur yang cukup mendapat sinar matahari. Di pegunungan, tumbuhnya tidak begitu baik.

Musim Berbunga
Di Maluku, umumnya berbunga setelah musim hujan.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)

Sabtu, 26 Maret 2011

Burung Cendrawasih 12 Kawat: Dijuluki Burung Dewata

(Seleucidis melanoleuca (Daudin))
Nama lain: Warju, Waygue
Suku: Paradisaeidae

Latar Belakang
Burung cendrawasih 12 kawat adalah bunmg yang sangat mempesona. Tidak heran kalau dijuluki burung dewata, burung yang seindah burung surga. Burung ini mempunyai nilai budaya yang tinggi, karena selalu digunakan dalam upacara-upacara adat.

Pertelaan
Burung ini mempunyai ciri yang khas yaitu berupa bulu panjang sebanyak 12 jumlahnya yang keluar dari punggungnya, panjangnya 30 cm. Bulu yang seper ti kawat ini berwama coklat keabu-abuan. Wamanya memang elok, satu pola dengan Cendrawasih Kuning besar atau Merah dengan sayap dan punggung berwarna coklat cerah. Akan tetapi rincian pola warna Cendrawasih 12 kawat nyata berbeda dengan jenis-jenis lainnya. Betina dan jantan berbeda pola warnanya. Yang jantan mempunyai bulu hias di lehernya yang dapat dimekarkan. Bulu ini berwarna hitam mengkilat ber lapis hijau dan pinggiran berwarna hijau mengkilat.

Bila dimekarkan, yaitu bila sedang mencumbu si betinanya, bulu ini akan menutupi sebagian ke-palanya. Bulu samping tebal menutupi juga perutnya, memanjang ke belakang, berwarna kuning emas. Yang betina berwarna coklat pada punggungnya dengan warna merah pada tepi sayap, sedangkan dadanya coklat berbintik. Karena keindahannya inilah kebanyakan burung dalam suku Paradisaeidae, terutama yang jantan, diburu untuk dijadikan binatang hias, baik dalam keadaan hidup maupun mati.

Habitat & Penyebaran
Habitatnya adalah hutan hujan dataran rendah dekat pesisir dan hutan sepan jang sungai-sungai di dataran rendah, terutama di hutan sagu dan pandanus. Pada umumnya hidup di dalam hutan pamah di Irian Jaya. Pada waktu tidak terbang, burung-burung ini bertengger pada dahan pepohonan. Penyebaran burung ini adalah di Salawati, Irian dan Papua New Guinea.

Makanan
Makanan terdiri dari serangga, larva serangga, buah-buahan, biji-bijian dan madu.

Perkembangbiakan
Sarangnya dibuat pada cabang-cabang pohon. Sarangnya berbentuk mangkuk yang dangkal, yang dibuat dari daun Pandanus, kulit kayu, dengan bagian dalamnya dilapisi akar-akar halus dan serat tumbuhan. Di dalamnya hanya terdapat sebutir telur berwarna krem berjalur-jalur warna sawo matang dan keabu-abuan. Telur berukuran 40,7 x 26,5 mm.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)

Jumat, 25 Maret 2011

Matoa: Pohon Penghasil Papan yang Cukup Baik untuk Bangunan

(Pometia pinnata j.R. & J.G. Forst.)
Nama lain: --
Suku: Sapindaceae

Latar Belakang
Meskipun Matoa juga dijumpai di tempat lain di Indonesia, di Irian Jaya jenis ini tidak hanya dikenal sebagai pohon berkayu tetapi terkenal sebagai pohon buah-buahan, bahkan dibudidayakan. Keragaman Buah Matoa juga dapat dijumpai di Irian Jaya.

Pertelaan
Pohon Matoa dapat mencapai tinggi 47 m, dengan garis tengah batang 140 cm, berbanir besar sampai 5,50 m tingginya. Daunnya bersirip dengan 3 - 13 pasang anak daun. Daun terbawah seringkali menyerupai stipula (daun pe numpu). Bagian-bagian yang muda kadang-kadang berbulu halus. Bunga jan tan dan betina. Buah berbentuk elips, ukurannya mencapai 3,5 X 3 cm, dengan berbagai warna kulit, mulai dari kuning, merah tua, ungu atau coklat. Daging buahnya tipis dan manis.

Ditempat lain tumbuhan ini lebih dikenai sebagai penghasil papan yang cukup baik untuk bangunan (jendela, pintu, lantai dan lain-lain) juga untuk peralatan pertanian dan peralatan olah raga serta bahan pembuat arang. Kulit kayunya juga dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.

Ekologi
Tumbuhan ini dapat dijumpai di hutan primer maupun sekunder, sampai ke tinggian 1.700 m dpi. Tersebar mulai dari Sri Lanka dan Kepulauan Andaman, melalui Asia Tenggara sampai Fiji dan Samoa. Diperbanyak dengan biji maupun setek batang.

Musim Berbunga
Januari sampai Desember.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Kamis, 24 Maret 2011

Komodo: Habitatnya Areal yang Tak Banyak Jenis Pohon yang Tumbuh Lebat

(Varanus komodoensis Ouwens)
Nama lain: Ora, Biawak raksasa
Suku: Varanidae

Latar Belakang
Biawak Komodo adalah jenis binatang purba yang sampai sekarang masih hidup di dunia clan merupakan satwa endemik. Satwa ini dilindungi ber dasarkan Ordonasi dan Perlindunggan Binatang Liar 1931 No. 134 dan 266..

Pertelaan
Biawak Komodo disebut juga biawak raksasa, karena termasuk jenis biawak yang paling besar. Panjang badannya sampai 3 meter dengan berat badannya mencapai 140 kg. Ekornya panjang, gemuk agak pipih, sedangkan kepalanya bermoncong tidak runcing. Lidahnya panjang, bercabang dua diujungnya dan berwarna kuning kemerailh-merahan. Pada keempat kakinya yang kuat terdapat kuku-kuku runcing. Seluruh tubuhnya berkulit keras, berwarna hitam keabu abuan.

Kulit binatang ini bercorak khusus, kecuali pada biawak yang muda, kulitnya berkembang-kembang berwarna hitam kekuning-kuningan. Ekor bi natang ini merupakan alat yang ampuh untuk merobohkan mangsanya dalam sekali serangan.

Habitat & Penyebaran
Habitat Komodo di Taman Nasional Komodo adalah areal yang tak banyak jenis pohon yang tumbuh lebat. Tujuh puluh persen dari Taman Nasional ini di tutupi oleh padang alang-alang dengan daerah savana disana-sini. Palem lontar menonjol di antara vegetasi yang ada dan merupakan jenis pohon yang paling khas di Taman Nasional Komodo. Satwa ini sering berkelana di pantai. Hidup mendiami lubang di daerah berbau cadas di tengah padang alang-alang yang kering iklimnya. Penyebarannya di Pulau Komodo, P Padar, P Rinca di sebelah Timur Sumbawa dan di pantai Barat Flores.

Makanan
Karena makanannya, binatang ini disebut pula binatang pemakan bangkai, kadang-kadang juga menyerang babi, rusa dan monyet. Daya penciuman bina tang ini sangat tajam sehingga dari jauh sudah mengetahui adanya bangkai. Penciumannya ini dibantu oleh syaraf di lidah yang selalu dijulur-julurkan keluar.

Perkembangbiakan
Komodo berkembangbiak dengan bertelur. Telurnya sebesar telur ayam, ber kulit agak lunak atau lembek dan warnanya keputih-putihan. Jumlah telurnya bisa lebih dari sepuluh butir yang diletakkan di celah batu atau rongga-rongga bawah tanah, sehingga kelembaban akan tetap terjaga. 

Telur komodo menetas setelah delapan bulan, dengan bantuan panas. Anak komodo menggunakan sebagian besar waktunya hidup di atas pohon; di situ mereka memakan serangga, telur burung dan binatang pengerat. Dengan hidup di atas pohon mereka akan terhindar dari serangan jantan dewasa yang biasanya memakan individu yang lebih kecil.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Rabu, 23 Maret 2011

Cendana: Bisa Dimanfaatkan untuk Bahan Kosmetika

(Santalum album L.)
Nama lain: -
Suku: Santalaceae

Latar Belakang
Pohon Cendana tumbuh secara alami di Nusa Tenggara, oleh karena itu dipilih sebagai flora identitas Propinsi Nusa Tenggara Timur. Di samping itu nama pohon ini juga digunakan sebagai nama Universitas di Timor Timur dan pohon ini merupakan penghasil minyak bahan pewangi yang penting di Indonesia.

Pertelaan
Pohon berkayu ini dapat mencapai tinggi 15 m. Kulit batangnya kasar, berwarna coklat tua. Daunnya bundar telur, kecil (4 - H cm x 2 - 4 cm), tangkai daun 1 - 1,5 cm, kekuningan. Rangkaian bunga pendek (2 - 5 cm). Bunganya kecil, ber tangkai pendek (2 - 3 mm) mula-mula berwarna putih kecoklatan kemudian menjadi merah darah. Buahnya bulat berbiji satu, sebesar buah kepundung dan berwarna hitam jika telah masak. Kayunya berwarna putih kekuningan dan berbau harum jika kering, dimanfaatkan untuk bahan kosmetika.

Minyak Cendana juga digunakan sebagai obat gosok (dicampur dengan minyak ke lapa). Minyaknya mengandung santalol. Kayunya (yang dipelihara sampai berumur 20 - 40 tahun) dijadikan perhiasan, patung, kipas, kotak cerutu dan alat rumah tangga lainnya. Kayu muda tidak berteras dan tak berbau.

Ekologi
Jenis ini menyukai tanah bekas gu nung berapi, tanah liat, tanah ber batu, atau tanah kapur yang longgar di daerah kering. Hidup pada ke tinggian 1-1.200 m dpl. Daerah yang cocok ialah yang mempunyai suhu rata-rata minimum 20,4° C, maksi mum 34'C, serta kelembaban 65 %.

Tumbuh pada naungan ringan. Tum buhan ini berasal dari Asia Tenggara kemudian menyebar ke Australia, Kepulauan Pasifik dan Hawai. Tum buhan ini diperbanyak dengan biji atau tunas akar. Mempunyai sifat Hemiparasit, sehingga untuk tum buhnya diperlukan pohon inang di sekitarnya.

Musim Berbunga
Bulan Januari sampai Desember.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Selasa, 22 Maret 2011

Rusa Timor: Berciri Khas Ekor yang Cukup Panjang

(Cervus timorensis Blainville)
Nama lain: Menjangan, Jonga, Nusa
Suku: Cervidae

Latar Belakang
Satwa liar ini dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No. 134 dan 266. Sejak dahulu satwa ini sudah dimanfaatkan masya rakat untuk kebutuhan akan daging hewani, kulitnya dimanfaatkan untuk alat duduk/sebagai tikar, sedangkan tanduknya digunakan sebagai barang pajangan di rumah-rumah penduduk.

Pertelaan
Rusa ini mempunyai ukuran tubuh kecil, tungkai pendek, ekor cukup panjang, dahi cekung, gigi gerigi relatif besar, bulu warna gelap coklat kekuning-kuning an seperti warna pada punggungnya, tanduknya relatif besar ramping dan panjang, tanduknya mempunyai cabang yang runcing 6 buah atau 3 buah di masing-masing tanduk, cabang depan pertama mengarah ke depan, cabang belakang pertama dan hanya lebih panjang dari cabang depan kedua dan cabang belakang kedua kiri dan kanan sejajar.

Tanduk itu kasar, berkerut-kerut memanjang dari mulai pangkal sampai ke ujungnya. Tiap tahun, biasanya tan duk tersebut rontok. Rusa betina tidak memiliki tanduk bercabang.

Habitat & Penyebaran
Rusa suka tinggal di daerah-daerah yang terbuka dan kering, seperti di padang¬padang rumput atau di bukit-bukit dengan pohon-pohon/belukar yang tersebar. Rusa menggunakan hutan dengan pohon-pohonan yang cukup rapat seba gai tempat berlindung atau beristirahat. Biasanya rusa dapat ditemukan sampai ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut. Penyebaran satwa ini hampir di seluruh kepulauan Indonesia kecuali Sumatera. Di Kalimantan dan Irian Jaya, rusa merupakan binatang pendatang (introduksi).

Makanan
Makanannya adalah rumput dan daun-daunan.

Perkembangbiakan
Musim kawin terjadi pada sekitar Juli dan September. Lamanya kehamilan rusa adalah sekitar 8 bulan, rata-rata anaknya lahir satu ekor. Anaknya disusui sampai umur 3-4 bulan, bahkan masih ada yang menyusu sampai umur 6-8 bulan. Pada umur kira-kira 7-9 bulan pada yang jantan mulai tumbuh tanduk nya dan kelihatan sempurna pada 6 bulan kemudian.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Senin, 21 Maret 2011

Ajan Kelicung: Kualitas kayunya Sangat Baik

(Diospyros macrophylla Bl.)
Nama lain: Kacang, Kilang
Suku: Ebenaceae

Latar Belakang
Jenis ini dipilih sebagai flora identitas Propinsi Nusa Tenggara Barat karena pohon ini mempunyai arti ekonomi penting. Kualitas kayunya yang baik me nyebabkan banyak dicari dan populasinya di alam sangat menurun. Diharap kan dengan dipilihnya sebagai flora identitas propinsi akan mendapat perhatian lebih untuk dilestarikan.

Pertelaan
Pohon berkayu ini tingginya 10 - 46 m dengan garis tengah batang rata-rata 60 cm, bagian bebas cabang 9 - 30 m, dan kadang-kadang pada bagian bawahnya mempunyai akar papan yang tingginya dapat mencapai 1,50 m. Kulit luar batangnya berwarna coklat atau merah tua, sedangkan bagian tengahnya berwar na putih. Daunnya tunggal, berbentuk bulat memanjang atau jorong, berukuran 7 - 35 cm X 3,5 -19 cm.

Bunganya dalam rangkaian berwarna putih dan berbau harum. Buahnya agak bulat, berwar na kemerah-merahan dan berukuran 5 - 6,5 X 5 - 7,5 cm. Kayunya mempu nyai B.J. 0,60, tergolong dalam kelas kekuatan II - III. Kegunaan kayu ini selain sebagai bahan pembuat perabot rumah tangga juga untuk jembatan, bahan bangunan rumah, bagian bagian kapal, patung, ukiran, kerajinan tangan dan finir.

Ekologi
Pohon ini banyak dijumpai di tepi sungai, di tanah datar yang tidak tergenang air, tanah liat, tanah pasir maupun tanah berbatu dalam hutan asli. Tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya, pada ketinggian 5 - 800 m dpl. Per banyakan dapat dilakukan dengan bijinya.

Musim Berbunga
Bulan April sampai Oktober.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Minggu, 20 Maret 2011

Burung Jalak Bali: Salah Satu Binatang Liar yang Dilindungi

(Leucopsar rothschildi Stresemann)
Nama lain: Curik putih, Curik Bali
Suku: Sturnidae

Latar Belakang
Karena kekhususan burung ini dan populasinya sangat terancam, maka ber dasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/om/8/1970 burung ini dinyatakan sebagai binatang liar yang dilindungi.

Pertelaan
Burung Jalak Bali berukuran sedang (25 cm). Sembilan puluh persen bulunya berwarna putih bersih hanya pada ujung-ujung sayap bertvarna hitam. Pelupuk mata berwarna biru, mengelilingi bola mata. Paruh berwarna kuning keabu abuan. Memiliki jambul terdiri dari beberapa helai bulu berwarna kuning muda. Burung ini hid up berkelompok yang terdiri dari puluhan ekor. Iris ber warna abu-abu, paruh berwarna abu-abu dan kuning, kaki berwarna abu-abu biru.

Habitat & Penyebaran
Habitat asli dari burung Jalak Bali adalah satu-satunya di dunia yaitu di hutan kering dataran rendah, di Taman Nasional Bali Barat.

Makanan
Makanan utama adalah serangga ulat, cacing, buah-buahan seperti buah bidara laut, buah kepu dan lain-lain

Perkembangbiakan
Bulan September - Maret adalah masa perkawiizan burung ini ditandai dengan berpasang-pasangan. Pada bulan-bulan tersebut mereka bertelur, tidak bersa maan dan jumlah telur pada umumnya tiga butir. Ukuran telur bulat lonjong panjang 3 cm dan lebar 2 cm dan warnanya hijau kebiru-biruan. Mulai bulan Desember-Agustus anak burung mulai beterbangan dan kemudian berkumpul dengan kelompoknya.

Perkembangbiakan ini terjadi pada sarang-sarang burung yang terdapat pada lubang-lubang pohon sedalam 37 cm di atas pohon setinggi 2.5 - 7 m jenis-jenis pohon tempat bersarang adalah kusambi, laban dan lain-lain. Burung ini sering rnenggunakan sarang bekas burung pelatuk.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Sabtu, 19 Maret 2011

Majegau: Kayunya Dipakai untuk Bahan bangunan Suci

(Dysoxylum densiflorum Miq.)
Nama lain: -
Suku : -

Latar Belakang
Majegau dipilih sebagai flora identitas Propinsi Bali karena pohon berkayu ini banyak dipakai dalam bangunan suci. Selain itu rakyat Bali banyak mengguna kan Majegau untuk bahan ukiran.

Pertelaan
Pohon berkayu ini tingginya dapat mencapai 40 m dengan garis tengah 120 cm. Kayu terasnya agak berat, padat dan cukup halus, berwarna coklat kuning muda hingga merah muda atau coklat-merah muda, mengkilap. Jumlah perhiasan bunganya adalah kelipatan 4 atau 5. Rangkaian bunga 2,5 - 10 cm, berbulu halus dengan tangkai bunga kira-kira 2 mm. Tangkai daun 14,5 - 65,5 cm. Anak daun berbentuk lanset lonjong, berjumlah 9 - 21. Buahnya bulat telur, 3 - 6,5 cm panjang, terdiri dari 1 - 4 ruang. Ketahanan kayunya dapat bertambah jika dibenamkan ke dalam tanah atau dalam air.

Ekologi
Jenis ini dapat dijumpai di hutan primer atau hutan sekunder cam puran yang telah tua. Tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 1.700 m dpl. Tersebar di Sumatera, jawa clan Sulawesi.

Musim Berbunga
Antara bulan Januari sampai Juli.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Jumat, 18 Maret 2011

Sedap Malam: Digunakan untuk Masakan dan Upacara Ritual

(Polianthes tuberosa L.)
Nama lain: Truna Malam, Sedap Malam, Rasamalang
Suku: Amaryllidaceae

Latar Belakang
Bunga Sedap Malam sudah lama dikenal di Indonesia khususnya di Jawa Timur telah ada dan dikenal sejak masuknya suku bangsa Cina dan Eropa. Mereka menggunakan Sedap Malam untuk masakan dan keperluan upacara-upacara ritual serta di perdagangkan di Indonesia.

Karena asimilasi budaya, maka me rasuklah bunga ini ke dalam kebudayaan daerah saat itu yang banyak meng gunakannya untuk acara-acara adat dan keagamaan, misalnya Rabu Wage, Jum'at Legi, Maulid Nabi, Hari Raya Idul Fitri dan sampai saat ini juga diguna kan pada hari-hari besar laimya seperti halnya Bunga Potong lainnya. Sedap Malam dapat digunakan sebagai Bunga Potong maupun sebagai tanaman taman.

Pertelaan
Sedap Malam merupakan tanaman berumbi dengan tinggi tanaman 0,5 - 1,4 m, daun sebagian duduk pada umbi batang dan disepanjang batang yang tegak, bunga majemuk tak terbatas me rupakan rangkaian agak tebal, bu nga dalam tandan yang berbentuk bulir tidak bercabang. Kedudukan bunga hampir duduk, kebanyakan berpasangan dalam ketiak daun pe lindung yang berbentuk bulat telur (lanset). Tabung bunga panjangnya 2 - 5,5 cm ke arah ujung melebar.

Ekologi
Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis maupun sub tropis dengan si nar matahari langsung, pada dataran rendah sampai 1.400 m.

Musim Berbunga
Tanaman ini berbunga antara umur 6 - 8 bulan setelah tanam, dan berbu nga sepanjang tahun, maksimal umur yang produktif 2,5 - 3 tahun.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Kamis, 17 Maret 2011

Burung Perkutut: Punya Pancaran Kharisma Daya Magis

(Geopelia striata (Linnaeus))
Nama lain: Tekukur, Tekuker, Merbok
Suku: Columbidae

Latar Belakang
Bagi masyarakat jawa, khususnya Yogyakarta, Burung perkutut merupakan satwa yang sudah tidak asing lagi, karena burung ini sudah sangat lama dikenal di berbagai kalangan. Burung perkutut banyak dipelihara masyarakat dengan pertimbangan tertentu baik suaranya, bentuknya, rupanya sampai kepada daya magis yang dimilikinya. Bagi masyarakat yang percaya, memelihara perkutut tidak sekedar dinikmati suaranya tetapi mampu menimbulkan pengaruh ke pada pemeliharanya dalam kehidupan sehari-harinya.

Khususnya masyarakat Jawa terdapat ajaran "Hasta Brata yang salah satunya adalah kukilo atau bu rung dan dilambangkan dengan perkutut, karena dianggap memiliki nllai yang sangat luhur. Ajaran tersebut mengandung nasihat-nasihat dalam hidup rumah tangga yang biasanya diberikan pada pasangan atau pengantin yang baru me langsungkan pernikahan. Di dalam dunia kesenian Jawa khususnya karawitan, keindahan burung perkutut dituangkan dalam lagu "Kutut Manggung", yang artinya perkutut manggung atau bernyanyi serta sajak-sajak berbahasa Jawa yang bercerita tentang kebesaran perkutut.

Perkutut mempunyai pancaran kharisma yang mengandung daya magis. Pengaruhnya bagi pemelihara diper caya bisa membawa keberuntungan dan kesejahteraan rumah tangga.

Pertelaan
Burung perkutut termasuk kelompok burung penyanyi. Berukuran sekitar 20 - 25 cm, berwarna coklat dengan ekor panjang. Kepala berwarna abu-abu, leher dan bagian sisinya bergaris halus, punggung coklat dengan tepi-tepi bulu hitam. Bulu sisi terluar ekor kehitam-hitaman dengan ujung putih. Paruh ber warna abu-abu, sedangkan kaki berwarna merah jambu.

Habitat & Penyebaran
Burung perkutut pada umumnya hidup berpasangan, kadang-kadang berge rombol, menyukai tempat terbuka, kebun, tegalan, padang rumput dan halaman rumah yang dekat dengan hutan. Termasuk burung yang jinak karena mudah didekati sampai jarak relatif dekat. Burung ini banyak ditemukan di Semenanjung Malaya sampai Australia, Jawa, Bali dan daerah lain.

Makanan
Burung perkutut termasuk pemakan biji-bijian dan kadang-kadang juga serangga.

Perkembangbiakan
Perkembangbiakan antara bulan Januari sampai September. Di Pulau Jawa, perkutut liar berkembangbiak antara April sampai Juni yang ditandai dengan kegiatan membuat sarang pada pohon atau semak yang tidak terlalu tinggi. Sarangnya datar dan tipis terbuat dari kumpulan ranting. Pembuatan sarang dilakukan bersama-sama dengan pasangannya. Dalam satu tahun induk per kutut dapat bertelur sebanyak 2 butir. Telur berwarna putih dan berbentuk oval. Masa pengeraman berlangsung selama 2 minggu yang dilakukan ber ganti-ganti oleh tiap pasangannya (induk). Pada malam hari biasa dierami oleh induk betina. Anak burung yang baru menetas tidak berbulu dan matanya tertutup. Kepala lebih besar daripada badannya. Anak perkutut diasuh dan dipelihara oleh induknya sampai anak tersebut dapat mandiri, artinya telah dapat terbang dan mencari makanan sendiri tanpa bantuan induknya.

Perkutut termasuk golongan burung yang mudah dibudidayakan. Karenanya dalam perkembangbiakkannya, banyak dilakukan persilangan, karena per kutut banyak sekali mempunyai varietas. Usaha persilangan ini diharapkan akan mendapatkan bibit perkutut yang tangguh.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Rabu, 16 Maret 2011

Kepel: Menetralkan Bau Air Seni dan Keringat Kurang Sedap

(Stelechocarpus burahol (BL) Hook. f & Th.)
Nama lain: Burahol
Suku: Annonaceae

Latar Belakang
Kepel merupakan suatu pohon tradisi yang erat dengan adat Jawa, terutama di Daerah Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Konon jaman dahulu Pohon Kepel hanya boleh ditanam para Bangsawan/Pejabat Tinggi Keraton karena mempunyai nilai kepercayaan yang kuat dalam budaya keraton.

Kepercayaan itu menunjukkan kewibawaan pejabat tinggi tersebut, dalam arti dapat memim pin punggawa keraton dengan baik. Ada juga yang mengartikan siapa yang memiliki Pohon Kepel ini adalah bangsawan yang dekat atau kepercayaan raja, berarti sudah ada dalam "kepelan/genggaman raja" (dalam bahasa Jawa 1 kepelan berarti 1 genggaman tangan).

Pohon Kepel ini menjadi terkenal ka rena buahnya yang berukuran sebesar kepalan tangan dan apabila telah masak aromanya wangi, sedikit berair dan manis. Aroma buah inilah yang meng harumkan nama Kepel. Karena ditanam di halaman keraton maka yang me makan Buah Kepel ini umumnya adalah puteri-puteri keraton, senyawa yang menghasilkan aroma tersebut tidak terurai dalam proses pencernakan. Bahkan dikeluarkan kembali ber sama air seni ataupun keringat yang menjadikan aromanya wangi.

Jadi disini aroma Buah Kepel dapat menetralkan/menghilangkan bau air seni dan keringat yang kurang sedap. Pohon Kepel mempunyai tajuk yang indah serta dapat diman faatkan sebagai pohon penghias taman/pekarangan. Kepel berasal dari Jawa dan Malaya. Di Jawa umumnya sudah dibudidayakan atau ditanam di pekarangan rumah.

Pertelaan
Kepel sudah dikenal oleh masya rakat Jawa, nama lainnya adalah Kecindul/Cindul. Sedangkan di Daerah Pasundan dikenal dengan nama Burahol. Pohon Kepel mencapai tinggi 15 - 20 m, dengan garis tengah sekitar 60 cm, warna pepagan coklat tua. Bentuk bunga bundar atau jorong, berbulu, berbau wangi dan menempel pada batang. Terdapat bunga jantan dan bunga betina dalam satu pohon.

Buah bundar atau agak jorong juga menempel sepanjang batangnva, warna buah coklat. Daging buah rasanya manis dan berair. Pada setiap buah terdapat 4 - 6 biji yang kulit biji tersebut keras dan tebal.

Ekologi
Kepel tumbuh baik pada tanah yang subur mengandung humus dan lembab. Umumnya pohon ini dijumpai pada ketinggian 150 - 300 m dpl.

Musim Berbunga
Pohon Kepel mulai berbunga setelah berumur sekitar 8 tahun, berbunga sekali dalam setahun serta harum baunya. Buah yang sudah tuo/matang pohon, umumnya terdapat 4- 6 biji. Kulit biji sangat keras sehingga harus ada perlaku an ekanis untuk perkecambahan/perkembangbiakkan nya.

Pertumbuhan Pohon Kepel ini lambat. Keadaan inilah orang menjadi enggan untuk menanam nya sehingga keberadaan Kepel terbatas. Bahkan banyak orang yang mengkata gorikan bahwa Pohon Kepel termasuk tanaman langka.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)


Selasa, 15 Maret 2011

Burung Kepodang: Hidup di Hutan-hutan Daerah Tropika

(Oriolus chinensis (Linnaeus))
Nama lain: Manuk Podang, Guntijalu, Gulalahe
Suku: Oriolidae

Latar Belakang
Dalam kepustakaan karya sastra Jawa, burung kepodang sering diungkapkan baik berupa lagu (lelagon), ungkapan/peribahasa (Wangsalan dan Panyandra) maupun karya puisi modern. Pengertian Burung Kepodang bagi masyarakat Jawa Tengah adalah selain sebagai sebutan burung yang berwarna kuning, dapat juga mempunyai arti generasi muda, anak, keindahan, kekompakan dan keserasian

Pertelaan
Burung Kepodang memiliki ukuran tubuh (dari ujung paruh sampai ujung ekor) sekitar 25 cm. Burung jantan berwarna kuning yang mengkilap cerah dan sebagian sayap serta ekor berwarna hitam. Warna hitam terdapat pula pada bagian kepala mulai dari sekitar kedua matanya melingkar kebelakang dan menyambung di belakang kepalanya. Paruh dan kaki berwarna merah muda (merah daging), bentuk paruh meruncing dan sedikit melengkung ke bawah, panjang paruh sekitar 3 cm. Burung Kepodang betina juga berwarna kuning, tetapi kurang mengkilap clan agak kehijauan.

Baik burung betina maupun jantan mempunyai selaput pelangi pada matanya yang berwarna merah serta kaki berwama hitam kelam. Di Jawa Tengah terdapat sejenis burung berwama kuning dan mempunyai ciri-ciri vang hampir sama dengan Burung Kepodang tersebut di atas, akan tetapi paruh dan selaput pelangi matanya berwarna hitam. Burung ini disebut "Kepodang Batu" dan tidak termasuk jenis yang digunakan sebagai identitas Jawa Tengah.

Habitat & Penyebaran
Hidup di hutan-hutan terutama di daerah tropika dan sedikit di daerah sub tropika. Umumnya Burung Kepodang hidup berpasangan di hutan-hutan tersebut, namun sering juga terlihat di daerah-daerah dekat pantai, kebun- kebun buah dan pekarangan rumah di pedesaan untuk mencari makan. Burung Kepodang berasal dari daratan Cina dan menyebar ke India serta Asia Tenggara termasuk Indonesia, meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Di Jawa dan Bali burung ini umum terdapat di daerah berpohon di dataran rendah.

Makanan
Makanan burung ini terdiri dari buah-buahan (pisang, pepaya, mangga, jambu, duwet) serta serangga-serangga kecil (ulet maupun kepompong).

Perkembangbiakan
Burung ini mempunyai masa bertelur pada awal musim kemarau, yaitu bulan Februari-Juni atau awal musim hujan, yaitu bulan November. Sarang burung ini menggantung pada pohon yang tinggi. Sarangnya berbentuk cawan, dijalin dari rumput-rumputan. Bertelur sebanyak 2 butir dan dierami selama kurang lebih 14 hari oleh burung betina. Perkembang-biakkan burung kepodang secara alami sangat lambat karena banyaknya gangguan ataupun predator baik oleh hewan-hewan pemangsa ataupun oleh manusia. 

Selain itu berkurangnya lahan hutan-hutan di Jawa Tengah menyebabkan habitat dan populasinya semakin langka.
***
Sumber: Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Nasional, KLH RI (http://bk.menlh.go.id)